Resensi Buku | Pangeran Diponegoro: Menggagas Ratu Adil Karya Remy Sylado

 PANGERAN DIPONEGORO: MENGGAGAS RATU ADIL REMY SYLADO




  Identitas Buku:

Judul Buku

:

Novel Pangeran Diponegoro: Menggagas Ratu Adil

Penulis Buku

:

Remy Sylado

Penerbit

:

PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri

Tahun Terbit

:

Cetakan pertama 2007

Jumlah Halaman

:

340 Halaman



Ringkasan Buku

Menceritakan kisah Pangeran Diponegoro: Menggagas Ratu Adil. Pada cerita ini dimulai dari Ratnaningsih yang sebagai wartawan surat kabar Republik. Ia ingin menuntaskan rasa penasarannya untuk memperoleh informasi langsung dari orang-orang untuk bahan liputannya yang dimuat rangkaian repotase di surat kabarnya tentang masyarakat Jaton di hemparan plateau tanah Minahasa yang disebut-sebut sebagai masyarakat keturunan Pangeran Diponegoro. Setelah itu Ratnaningsih bertemu dengan seorang lelaki tua berumur 90 tahunan yang membawa tongkat dan tasbih. Teryata lelaki tua tersebut merupakan turunan asli Menadurahman. Lelaki tua itu menceritakan tentang rahasia tiga serangkai yaitu Kyai Mojo, Sentot Prawirodirjo, dan Kanjeng Pangeran Diponegoro yang bagi warga masyarakat sebagai Sultan Abdul Hamid Herucukro Amirul Mukminin Sayidin Panotogomo Khalifatullah Tanah Jawi yang semuanya wafat pada tahun 1855. Bahwa Kyai Mojo wafat pada 21 Desember 1855 di Tondano, Sentot Prawirodirjo wafat pada 17 April 1855 di Bengkulu, dan Kanjeng Pangeran Diponegoro wafat pada 8 Januari 1855 di Makassar.

Ontowiryo: onto berarti ‘yang terakhir’, ‘yang pengunjung’, ‘yang pamungkas’: dan wiryo berarti ‘keberanian’, ‘keberkuasaan’, ‘kesaktian’, ‘keluhuran jiwa’ merupakan nama kecil Pangeran Diponegoro. Sejak kecil Ontowiryo diasuh oleh neneknya yaitu Ratu Ageng istri Sultan Hamengku Buwono I. Ayah Pangeran Diponegoro bernama Gusti Raden Mas Suroyo yang sebagai Sultan Hamengku Buwono III, ibunya bernama Raden Ajeng Mangkarawati, pamannya bernama Pangeran Bei atau Pangeran Ngabehi Joyokusumo, sedangkan kakeknya Sultan Hamengku Buwono II. Di usia sepuluh tahun Ontowiryo dituntun untuk memahami Qur’an, menguasai bacaan-bacaan kebudayaan Jawa, primbon, dan suluk, serta kitab-kitab kawruh sekaligus dilatih untuk mahir melempar lembing, menggagar keris, dan berpacu dengan kuda. Buku kesukaan Ontowiryo: At Tuhfah karya Syekh Ibn Hajar, dan Nasihatul Muluk karya Iman Gazali. Saat usia 17 tahun Ontowiryo gemar menunggangi kuda. Ontowiryo menganggap Belanda sebagai setan karena Ontowiryo saat duduk memegang kail di pinggir sungai ia kaget melihat Belanda tiba-tiba nongol di hadapannya, melotot kepadanya dengan mata birunya, maka Ontowiryo mencolot dan berlari terbirit-birit. 

Pada usia enam tahun Ontowiryo belajar di lembaga pendidikan di Perdikan Mlangi yang didirikan oleh kakak Sultan Hamengku Buwono I karena kesedarahan dengan pendirinya Kyai Nuriman. Agar Ontowirno menjadi pemimpin yang berguna bagi bangsa, tanah air, dan agama. Pada pekan pertama Ontowiryo belajar di Perdikan Mlangi belajar tentang huruf Jawa dan Arab. Ontowiryo sangat menonjol kecerdasannya daya serapnya pada pengetahuan sangat luar biasa. Namun ada juga anak yang termasuk memadai namanya Wironegoro keturunan Untung Surapati. Persaingan Wironegoro dengan Ontowiryo sebetulnya dipanas-panasi dengan saling mengejek oleh teman-temannya masing-masing. Ketika dewasa keduanya menjadi musuh, ketika Wironegoro menjadi mayor dalam kesultanan yang berada di kubu Belanda, dan Ontowiryo menjadi Pangeran Diponegoro yang memimpin pemberontakan terhadap Belanda. 

Patih Danurejo II merupakan menantu Sultah Hamengku Buwono II, ia menemui Jan Willem van Rijnst yang merupakan seorang oportunis bedegong yang berasal dari Belanda tenggara, lahir di Heerlen daerah Limburg penduduk. Namun demi mencari muka pada kekuasaan Hindia Belanda ia bermuka topeng kepada Letnan Gubernur Jendral Inggris, Sir Thomas Stamford Raffles. Jan Willem van Rijsnt sangat fasih dalam berbahasa Melayu, Jawa, Belanda, dll. Patih Danurejo mengatakan kepada Jan Willem van Rijsnt bahwa Sri Sultan sedang membangun kekuatan dalam pikiran rakyat bukan hanya bedil namun dengan kebudayaan yaitu kesenian khususnya wayang dan tembang macapat. Patih Danurejo II ingin menggerogot kekuasaan Sri Sultan, Danurejo II selama ini melakukan dengan menyebarkan gunjingan, desas-desus, dan hal buruk tentang Sri Sultan, sehingga keadaan pemerintah menurut anggapannya menjadi timpang. 

Sri Sultan Hamengku Buwono II memerintah Raden Mas Suroyo untuk melakukan eksekusi hukuman mati terhadap Patih Danurejo II pelaksanaan akan dilakukan di tempat terbuka di alun-alun sehingga dapat disaksikan oleh masyarakat. Namun bukan tangan Gusti Raden Mas Suroyo yang awalnya ditugasi sang ayah untuk membunuh Danurejo II melainkan seorang algojo. Algojo yang dimaksud adalah lelaki kekar berbusana hitam dengan wajah tertutup kain hitam. 

Kraton mengadakan pertemuan untuk membahas kesiapan Raden Mas Suroyo untuk menjadi Sultan Raja. Sultan Hamengku Buwono I, akrabnya Sultan Swargi. Sultan Hamengku Buwono II, akrabnya Sultan Sepuh. Sultan Hamengku Buwono III, akrabnya Sultan Raja. Pertemuan dilakukan di dalam kraton bangunan Kedung Jene. Pertemuannya dihadiri oleh semua pembantu Raden Mas Suroyo, Raden Ayu Ngabdani, Pangeran Notopuro, Raden Ayu Jayadiningrat. Namun ada yang tidak hadir dalam pertemuan itu yaitu Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Bei mereka lebih memilih untuk mejadi pengikut Pangeran Diponegoro. 

Notokusumo sudah lama tidak cocok dengan sultan, kini ia meninggalkan kesultanan dan membuat bangunan sendiri dengan nama Puri Paku Alam, ia juga mengangkat dirinya sebagai adipati bergelar K.G.P.A Paku Alam I. Dalam perpecahan Sultan Hamengku Buwono II dengan Paku Alam terjadi karena Belanda memanasi kedua belah pihak. Van Rijnst bergunjing tentang kejelekan Sultan Hamengku Buwono II kepada Notokusumo dan begitu pula sebaliknya. 

Pertemuan Van Rijnst dengan Adipati Anom berlangsung diam-diam pada malam hari di Plengkung Gading atau Nirbaya. Van Rijnst sangat yakin bahwa ia dapat mengahasut, mengadu domba Raden Mas Suroyo. Sasarannya jatuh ke nama Adipati Anom sebab dalam pikiran Raden Mas Suroyo memiliki ambisi yang berkaitan dengan kedudukannya sebagai putra mahkota.

Daendles datang ke kraton dengan membawa 2300 orang anggota serdadu dengan senjatannya yang berada di luar kraton. Saat memasuki kraton Daendles bercakap-cakap dengan Sultan Hamengku Buwono II, Sultan memperkenalkan barang-barang pusaka kraton yang terdiri dari wayang, tombak, keris. Namun Daendles sangat ketus lalu ia memberi isyarat kepada Don Lopez untuk mendentumkan 5 peluru meriam. Panas hati Ontowiryo melihat kesombongan dan kesemenaan Daendles.

Sultan Hamengku Buwono III ragu-ragu dalam membela rakyatnya yang sudah terhimpit miskin dan sengsara. Sebab naik tahtanya direka oleh penjajah. Sehingga peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah kolonial yang menyiksa rakyat dan tidak dilawan oleh sultan. Sehingga rakyat mengeluh soal keadaan sekarang. Hal tersebut bebarengan dengan Daendles dipanggil pulang ke Eropa untuk ditempatkan oleh Napoleon Bonaparte ke Polandia. Kini penggantinya adalah Gubernur Jendral Jan Willem Janssens. Dari peristiwa tersebut dapat dibaca kesan bahwa kekuatan Belanda-Prancis di Nusantara sudah rawan. Saat Daendles menggusur Sultan Hamengku Buwono II dan digantikan oleh Sultan Hamengku Buwono III itu adalah bukti tidak sukannya Belanda, namun sekarang tiba-tiba Sultan Hamengku Buwono II menggeser kembali Sultan Hamengku Buwono III. Ditariknya Daendles dari Hindia bekaitan dengan dipecatnya raja Belanda Louis Napoleon oleh Napoleon Bonaparte di Prancis karena alasan tidak becus.

Tentara Inggris menangkap Van Rijnst, ditangkap dan menyekapnya di Kwitang yang tidak jauh dari gedung All Saints Anglican Church. Van Rijnst mengaku bahwa dirinya ilmuan bukan penjabat atau bagian dari Belanda. Ia mempelajari tentang tabiat-tabiat pangeran, pandangan politik, perilaku seks, sosialnya. Raffles masuk ke Yogyakarta pada 1811 dengan tentaranya yang berhenti di Semarang. Raffles mewakili kerajaan Ingrgris yang menduduki Jawa, mencopot dengan tidak hormat kekuasaan Sultan Hamengku Buwono II yang telah melakukan kecurangan terhadap Sultan Hamengku Buwono III, dan mengembalikan kekuasaan kepada Sultan Hamengku Buwono III. Raflles juga memutuskan Sultan Hamengku Buwono II diasingkan ke Pulau Pinang yang akan ditemani oleh putranya Pangeran Mangkudiningrat yang berdasarkan catatan Belanda, merupakan orang-orang yang tidak bisa dipercaya. 

Raffles juga sudah berjanji kepada Sultan Hamengku Buwono III memberi hadiah kereta yang ia pesan langsung dari Inggris. Kini Sultan Hamengku Buwono III memiliki dua kereta yang indah, mewah, dan mejadi pusaka kraton. Kereta pertama diberi nama Nyi Jimat, kereta kedua diberi nama Kanjeng Kyai Garudayaksa. Dua tahun setelah menjadi Sultan Hamengku Buwono III, pada tahun 1814 ia wafat di usia 43 tahun. 


Posisi Karya dalam Dunia Sastra Indonesia

Pangeran Diponegoro Menggagas Ratu Adil dijelaskan dalam buku bahwa pemimpin yang mencintai rakyatnya sehingga rakyat mencintainya, memimpin dengan akal dan hati sehingga terjauhkan dari menolaknya gebyar kekuasaan bahwa kita pantas berkaca pada Diponegoro. Karena sosok ini dapat ditemukan keteladanan sejati yang selayaknya dimiliki seorang pemimpin.Ia merasa sakit hati bangsanya dihina oleh penjajah, tersinggung budaya leluhurnya dilecehkan. Namun, pengorbanan Diponegoro bersama rakyat tidak pernah sia-sia, Diponegoro memiliki semangat dan keberanian melawan penjajah. 

Di sini pengarang yaitu Remy Sylado dalam novel Pangeran Diponegoro Menggagas Ratu Adil ia memberikan penjelasan kalimat pada setiap ceritanya. Ia juga mengajak pembaca merasakan ketegangan, sadis, liciknya pada sistem pemerintahan masa dahulu. Dengan kalimat dalam bacaan yang mudah dipahami diselipkan juga puisi-puisi atau tembang macapat dahulu seakan-akan pembaca ikut merasakan suasana pada saat itu. 


Ulasan terhadap Pengarang dan Posisi dalam Konteks Sastra Indonesia 

            Yapi Panda Abdiel Tambayong atau biasa dikenal Remy Sylado. Ia lahir pada tanggal 12 Juni 1943 di Malino, Makasar, Sulawesi Selatan. Ibunya bernama Juliana Caterina Panda dan ayahnya bernama Johannes Hendrik Tambajong. Istri Remy Sylado bernama Maria Louise Tambayong. 

Remy Sylado seorang penyuka bahasa, ia juga pandai bahasa-bahasa lainnya seperti bahasa Ambon, Jawa, Sunda, Makasar, Betawi, Manado, dan beberapa bahasa lainnya. Ia juga menguasai aksara Yunani, Cina, Arab, dan Ibrani. Remy Sylado juga memiliki berbagai profesi yakni sebagai novelis, penyair, kritikus sastra, penyanyi, pemusik, aktor, penata rias, wartawan, dosen. Ia juga menjadi pembicara kunci dalam bidang sastra dan bahasa di universitas-universitas di dalam dan di luar Indonesia. 

Novel-novelnya juga sudah sampai ke perpustakaan luar negeri. Karya tulisnya juga diterjemahkan ke bahasa Belanda, Jerman, Jepang, Amerika, dan Australia. Pada pendidikan yang ditempuh Remy Sylado saat SD di Makasar. Setelah itu ia pindah ke Semarang dan lulus SMA pada tahun 1959. Saat ia di Semarang ia pernah mengikuti drama yang berjudul “Midsummer Night’s Dream” karya Shakespeare. Pada tahun 1959-1962 ia melanjutkan belajar di Akademi Teater Nasional (ATNI), Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), dan Akademi Bahasa Asing di Jakarta.

Remy Sylado juga memiliki sederet penghargaan yang pernah diraihnya, antara lain Sastra Khatulistiwa pada novelnya Kerudung Merah (2002), penghargaan Anugrah Indonesia untuk karya-karya teater musikalnya (2003), penghargaan MURI untuk puisinya (2004), penghargaan sastra terbaik dari Pusat Bahasa untuk novelnya (2006), dan masih banyak lagi penghargaan yang ia dapatkan. 

Namun pada hari Senin, 12 Desember 2022 Remy Sylado meninggal dunia pada usia 77 tahun, dikarenakan sakit yang berimbas pada perutnya membengkak dan besar. Sebelumnya Remy Sylado juga pernah mengalami Stroke dan kondisinya semakin menurun.


Karya-karya lainnya dari Remy Sylado

Selain novel Pangeran Diponegoro Menggagas Ratu Adil (2007), Remy Sylado memiliki karya lainnya yang meliputi puluhan novel, ratusan naskah drama, ratusan lukisan, ratusan lagu, dan sebagainya. Adapun karya-karyanya sebagai berikut:

  1. Puisi

  • Puisi Mbeling (2004)

  • Kerygma (1999), dan lain-lainya.

  1. Novel

  • Kembang Jepun (2002)

  • Kerudung Merah Kirmizi (2002)

  • Pangeran Diponegoro: Menggagas Ratu Adil (2007)

  • Pangeran Diponegoro: Menuju Sosok Khalifah (2008)

  • Namaku Mata Hari (2010), dan lain-lainnya. 


  1. Drama

  • Siau Ling (2001)

  • Drama Sejarah 1832 (2012), dan lain-lainnya.

  1. Film

  • Pesta (1991)

  • Capres (Calon Presiden) (2009)

  • Senjakala di Manado (2016), dan lain-lainnya.


Tanggapan Masyarakat terhadap Karya Remy Sylado

Novel Pangeran Diponegoro Menggagas Ratu Adil merupakan novel pertama yang diterbitkan oleh penerbit Tiga Serangkai. Novel ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat baik dewasa maupun orang tua karena bahasa yang terdapat dalam novel mudah dipahami dan terdapat kata kunci penjelasan di bahwah teks. Novel ini menceritakan tentang Pangeran Diponegoro saat masih kecil hingga dewasa adapun masa-masa sejarah yang diukir pada zaman dahulu. 

Novel ini mengajarkan pembaca untuk melestarikan budaya dan menjadi penerus bangsa Indonesia yang baik memang sangat penting. Melestarikan budaya merupakan tugas setiap orang, terutama generasi muda sebagai penerus bangsa. Dalam hal ini, novel tersebut dapat menjadi inspirasi bagi para pembaca untuk menjaga warisan budaya leluhur kita.

Selain itu, sebagai penerus bangsa kita juga harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dengan tidak melakukan perilaku seperti pengkhianatan, korupsi, dan lain-lainnya. Hal tersebut akan merugikan negara dan dapat membahayakan masa depan bangsa Indonesia. Sebagai pemuda yang cerdas dan kreatif, kita harus memberikan kontribusi pada negara dengan cara berbuat kebaikan dan menghindari perilaku yang merugikan. Ma dari itu kita harus mencintai tanah air Indonesia.


Bukti dari diterimanya dengan baik novel Pangeran Diponegoro Menggagas Ratu Adil oleh masyarakat ada beberapa testimoni dari pembaca sebagai berikut:







”Tulisan ini merupakan karya saya sendiri, bukan jiplakan atau dibuatkan orang lain.”


DAFTAR PUSTAKA

Sylado, R. 2007. Novel Pangeran Diponegoro: Menggagas Ratu Adil. Tiga Serangkai.

Sugono, D. 2016. Remy Sylado, ENSIKLOPEDIA: Sastra Indonesia. Diakses dari https://ensiklopedia.kemendikbud.go.id pada tanggal 21 Mei 2023.



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Juara 2 News Anchor Zillennial Creativity Journalism | Sekolah Vokasi IPB University - Tema Teknologi

Resensi Film Budi Pekerti

Pidato Ceremonial | Contoh Naskah Sambutan Dekan Fakultas Acara Dies Natalis ke-58 UNY